Kebijakan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal

Nama    : Eka Wahyu Budi Asih
Kelas     : XI IPA
SMA N 1 Patuk

TUGAS SEJARAH

Saat awal kemerdekaan, Indonesia mengalami berbagai kendala dalam masalah ekonomi dan berpengaruh pada perekonomian sekarang.
·         Faktor-faktor yang memengaruhi kendala ekonomi bangsa
1.       Bangsa Indonesia menanggung hutang Belanda seperti dalam keputusan KMB (hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah).
2.       Defisit sebesar 5,1 Miliar rupiah.
3.       Indonesia hanya bergantung pada ekspor hasil bumi dan sektor perkebunan, apabila terjadi penurunan pada sektor tersebut akan sangat memengaruhi perekonomian Indonesia saat itu.
4.       Politik keuangan Indonesia dirancang oleh pihak Belanda.
5.       Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6.       Belum memiliki keahlian dalam menata ekonomi.
7.       Situasi keamanan kurang mendukung.
8.       Situasi politik dalam negri kacau, dan menimbulkan banyaknya pengeluaran, serta seringnya berganti kabinet.
9.       Besarnya jumlah pertumbuhan penduduk.

·         Masalah yang harus dihadapi pemerintah
Jangka pendek:
1.       Mengurangi jumlah uang yang beredar.
2.       Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Jangka panjang:
1.       Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

·         Upaya-upaya menstabilkan keadaan ekonomi bangsa Indonesia
1.       Gunting Syafruddin
→ Kebijakan pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Oleh : Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS.
Dilakukan : tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. 
Tujuan  : menanggulangi defisit anggaranan Rp 5,1 Miliar.
Dampak : rakyat kecil tidak dirugikan, berkurangnya jumlah uang yang beredar, dan mendapatkan pinjaman uang dari Belanda Rp 200 jt.

2.       Gerakan Benteng
→Usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah.
Oleh : Sumitro Joyohadikusumo (Menteri Perdagangan) pada masa Kabinet Natsir.
Dilakukan : April 1950
Tujuan : mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Hasil : selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit, namun tujuannya tidak tercapai.
Dampak : menjadi salah satu sumber defisit negara sehingga Menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah.

3.       De Javasche Bank
→ Nasionalisme de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Oleh : masa Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952)
Dilakukan : 15 Desember 1951
Tujuan : menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Hasil : mengubah de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

4.       Sistem Ekonomi Ali-Baba
→Bentuk kerjasama ekonomi antara pengusaha pribumi yang diidentikan dengan Ali dan pengusaha Tionghoa yang diidentikan dengan Baba. Sistem ekonomi ini lebih menekankan pada kebijakan Indonesianisasi yang mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi.
Oleh : Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali Sastroamidjojo I).
Dilakukan : 15 Desember 1951
Tujuan : untuk memajukan pengusaha pribumi, agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional, pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Hasil : kebijakan ini tidak berjalan dengan baik.
Dampak : pengusaha pribumi hanya dijadikan alat oleh pengusaha asing.

5.       Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
→ hubungan finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda melalui perjanjian. Namun pihak Belanda tidak menyetujuinya.
Oleh : Kabinet Burhanudin Harahap
Dilakukan : 7 Januari 1956
Tujuan : untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Hasil : pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak oleh Indonesia.
Dampak : Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

6.       Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
→ program jangka panjang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958.
Oleh : Kabinet Ali Sastroamidjojo II melalui Biro Perancang Negara.
Tujuan : untuk mengatasi masalah ekonomi jangka panjang.
Hasil : kebijakan ini tidak berjalan sesuai rencana.
Penyebab kegagalan :
·         Depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat (1957) dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
·         Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
·         Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7.       Musyawarah Nasional Pembangunan
→kebijakan untuk melakukan perundingan dengan cara musyawarah mufakat demi menyelesaikan suatu persoalan.
Oleh : Masa kabinet Juanda
Tujuan : untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.
Hasil : kebijakan ini tidak berjalan dengan baik.
Penyebab kegagalan :
·         Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
·         Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
·         Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
·         Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
·         Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

·         Pengaruh kebijakan ekonomi masa demokrasi liberal dengan labilnya ekonomi sekarang
Kegagalan kebijakan ekonomi dimasa lalu sangat berpengaruh pada keadaan ekonomi sekarang. Pemerintahan pada masa itu gagal mewujudkan kebijakan yang ada karena kurangnya pengalaman dalam menata ekonomi, serta ketidakseriusan dalam menghadapi masalah yang ada menjadi kebiasaan yang terbawa hingga sekarang. Hutang-hutang dan masalah dimasa lalu juga belum dapat terselesaikan, sehingga menjadi tanggungan bagi pemerintahan yang sekarang. Hal tersebut justru menambah beban ekonomi sekarang. Permasalahan yang baru terus berdatangan, padahal masalah lama belum terselesaikan. Tentunya pemerintah kesulitan dalam menghadapinya. Ada beberapa kemungkinan, pemerintah cenderung fokus pada masalah lalu dan mengesampingkan masalah sekarang atau justru membiarkan beban masa lalu gentayangan yang juga mencerminkan kepribadian pemerintahan yang suka menyepelekan masalah (secara tidak langsung juga akan membiarkan masalah ekonomi sekarang).

Salah satu kebiasaan buruk pemerintah pada saat itu ialah gemar berhutang yang tidak dimbangi dengan pengembaliannya. Hingga saat ini, perekonomian kita juga belum stabil, apalagi ditambah dengan hutang dimasa lalu, kita pasti akan semakin terpuruk. Sebenarnya kebijakan-kebijakan dahulu cukup bagus, namun sangat disayangkan keadaan kurang mendukung. Seharusnya pemerintahan sekarang harus memiliki kebijakan yang lebih baik lagi demi stabilnya ekonomi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PEMBUATAN YAKULT

Praktikum Biologi-Respirasi

Laporan Praktikum Kimia Titrasi Asam Basa